Sejarah

Pertanyaan

bagaimna cerita perjuangan pahlawan
1. cut nyak dien dari aceh
2.pangeran antasari dari banjarmasin
3.patimurra dari maluku
4.sisingamangaraja dari sumatra utara
5.dewi satika dari jawa barat
6.pangeran diponogoro dari yogyakarta
7. silas papare dari papua
bagaimna cerita  perjuangan pahlawan 1. cut nyak dien dari aceh 2.pangeran antasari dari banjarmasin 3.patimurra dari maluku 4.sisingamangaraja dari sumatra uta

1 Jawaban

  • cut nyak Dien
    Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesiadari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.

    pangeran Antasari
    Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797[1][2] atau 1809[3][4][5][6]– meninggal di Bayan Begok, Hindia Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.

    Pangeran AntasariPanembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin
    Pangeran Antassarie
    Gusti Inu Kartapati

    Lukisan Pangeran Antasari menurut Perda Kalsel

    Masa kekuasaan14 Maret 1862 - 11 Oktober 1862PendahuluSultan Hidayatullah KhalilullahPenggantiSultan Muhammad SemanPasangan

    1. Ratu Antasari (Ratoe Idjah) binti Sultan Adam

    2. Nyai Fatimah (adik Tumenggung Surapati)
    Anak

    1. ♂ Panembahan Muhammad Said (anak dengan Ratu Antasari)
    2. ♂ Sultan Muhammad Seman(anak dengan Nyai Fatimah)

    3. ♀ Putri Kaidah
    WangsaDinasti BanjarmasinAyahPangeran Masud bin Pangeran AmirIbuGusti Khadijah binti Sultan Sulaiman

    Ia adalah Sultan Banjar.[7] Pada 14 Maret1862, dia dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminindihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.[8]

    Pattimura
    Pattimura(atau Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Maluku dan merupakan Pahlawan nasional Indonesia.

    Thomas Matulessy Pattimura

    Pattimura dari Uang Rupiah Pecahan Seribu

    JulukanPattimuraLahir08 Juni 1783
     Haria, Saparua, Maluku, Hindia BelandaMeninggal16 Desember 1817(umur 34)
     New Victoria, Ambon, Maluku, Hindia BelandaPengabdian Maluku BritianiaDinas/cabang Angkatan Darat KerajaanPangkatSersan MayorPerang/pertempuranPerang PattimuraPenghargaanPahlawan Nasional Indonesia (diterima 6 November 1973)

    Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayahnya yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram.

    Namanya kini diabadikan untuk Universitas Pattimura dan Bandar Udara Pattimura di Ambon.

    Sisingamangaraja
    Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845 – meninggal di Dairi, 17 Juni1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan Belanda, kemudian diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya ia dimakamkan di Tarutung Tapanuli Utara, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.[1]

    Sisingamangaraja XIIMaharaja TobaLukisan Sisingamangaraja XII berdasarkan lukisan yang dibuat oleh Augustin Sibarani, kemudian tercetak di uang Rp 1.000Memerintah1876–1907 MPendahuluSisingamangaraja XI-Lahir18 Februari 1845
    BakaraMangkat17 Juni 1907
    DairiMakamSoposurung, BaligeNama lengkapPatuan Bosar Ompu Pulo BatuAyahSisingamangaraja XI

    Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian digelari dengan Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain itu ia juga disebut juga sebagai raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia Belanda, dan yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring(perjanjian pendek) di Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuliyang berkepanjangan hingga puluhan tahun.

    Dewi Sartika

    Raden Dewi Sartika  Latin: Rd. Déwi Sartika; lahir di Cicalengka, Bandung, 4 Desember 1884 – meninggal di Cineam, Tasikmalaya, 11 September 1947pada umur 62 tahun) adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum wanita. Ia diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1966.